Tokoh Kemerdekaan K. H. Abdul Wahid Hasjim
Abdul Wahid Hasyim lahir di Jombang Jawa Timur pada 1 Juni 1914, dari pasangan K.H. Hasyim Asy`ari d an Nyai Nafiqah binti K Ilyas. Ayahnya merupakan pendiri dari organisasi keagamaan Nahdlotul Ulama. Kecerdasan Wahid Hasyim sudah Nampak sejak usianya masih sangat belia. Pada usia 7 tahun ia sudah khatam Al-Qur`an dengan mendapat bimbingan langsung dari ayahnya. Pendidikan lainnya ia peroleh di Pesantren Tebu Ireng. Pada usia 15 tahun ia sudah mengenal huruf latin, menguasai bahasa belanda dan Inggris tanpa pernah mengenyam pendidikan dari sekolah colonial sedikitpun. Pada usia 18 tahun ia menunaikan ibadah Haji sekaligus bermukim selama 2 tahun di Makah untuk memperdalam ilmu agama.
Ayah dari mendiang Presiden Republik Indonesia ke 4, K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini merupakan seorang ulama yang dikenal moderat, substantive dan inklusif. Rumusan teks pancasila sila pertama `` Ketuhanan Yang Maha Esa`` merupakan bagian dari buah pemikirannya untuk menggantikan kalimat ``Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya. `Membaca Biografi Abdul Wahid Hasyim, kita akan menemukan betapa pada usia yang masih muda, beliau memiliki wawasan yang sangat luas mengenai pemikiran agama, Negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan dan tentunya pula tentang pesantren yang menjadi basis dari NU.
Beliau merupakan anggota termuda dari 62 orang anggota BPUPKI. Beliau juga tokoh termuda dari Sembilan tokoh nasional yang menandatangani piagam Djakarta, sebuah kesepakatan yang membidani lahirnya proklamasi dan konstitusi Negara. Setelah kemerdekaan, pada September 1945, beliau ditunjuk menjadi menteri Negara. Berlanjut pada Kabinet Syahrir pada tahun 1946 beliau juga menjadi Menteri. Pada tahun 1950 dalam Kabinet Hatta, Natsir dan Sukiman Beliau ditunjuk menjadi Menteri Agama. Perhatiannya pada pendidikan sangatlah besar dan pada tahun 950 Beliau mengeluarkan peraturan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang menjadi cikal bakal IAIN atau UIN.
Pada tahun 1953, tepatnya pada 18 April, Beliau melakukan perjalanan menuju Sumedang untuk menghadiri rapat NU dengan ditemani puteranya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Sesampainya di Cimindi, mobil yang ditumpangi selip dan tidak dapat dikendalikan oleh sopir hingga menabrak truk yang mengakibatkan K.H. Wahid Hasyim terlempar keluar. Kecelakaan tersebut membuat beliau koma, dan akhirnya wafat pada 19 april 1953 dalam usia yang masih muda 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional sesuai darma bakti terbaiknya pada Negara Republik Indonesia.
Dari tokoh tersebut hikmah yang saya dapat untuk diri saya yaitu, untuk menjadi pemuda yang mempunyai pemikiran luas mengenai agama, negara, pendidikan, politik, dan kemasyarakatan
Ayah dari mendiang Presiden Republik Indonesia ke 4, K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini merupakan seorang ulama yang dikenal moderat, substantive dan inklusif. Rumusan teks pancasila sila pertama `` Ketuhanan Yang Maha Esa`` merupakan bagian dari buah pemikirannya untuk menggantikan kalimat ``Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya. `Membaca Biografi Abdul Wahid Hasyim, kita akan menemukan betapa pada usia yang masih muda, beliau memiliki wawasan yang sangat luas mengenai pemikiran agama, Negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan dan tentunya pula tentang pesantren yang menjadi basis dari NU.
Beliau merupakan anggota termuda dari 62 orang anggota BPUPKI. Beliau juga tokoh termuda dari Sembilan tokoh nasional yang menandatangani piagam Djakarta, sebuah kesepakatan yang membidani lahirnya proklamasi dan konstitusi Negara. Setelah kemerdekaan, pada September 1945, beliau ditunjuk menjadi menteri Negara. Berlanjut pada Kabinet Syahrir pada tahun 1946 beliau juga menjadi Menteri. Pada tahun 1950 dalam Kabinet Hatta, Natsir dan Sukiman Beliau ditunjuk menjadi Menteri Agama. Perhatiannya pada pendidikan sangatlah besar dan pada tahun 950 Beliau mengeluarkan peraturan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang menjadi cikal bakal IAIN atau UIN.
Pada tahun 1953, tepatnya pada 18 April, Beliau melakukan perjalanan menuju Sumedang untuk menghadiri rapat NU dengan ditemani puteranya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Sesampainya di Cimindi, mobil yang ditumpangi selip dan tidak dapat dikendalikan oleh sopir hingga menabrak truk yang mengakibatkan K.H. Wahid Hasyim terlempar keluar. Kecelakaan tersebut membuat beliau koma, dan akhirnya wafat pada 19 april 1953 dalam usia yang masih muda 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pesantren Tebu Ireng Jombang. Beliau mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional sesuai darma bakti terbaiknya pada Negara Republik Indonesia.
Dari tokoh tersebut hikmah yang saya dapat untuk diri saya yaitu, untuk menjadi pemuda yang mempunyai pemikiran luas mengenai agama, negara, pendidikan, politik, dan kemasyarakatan

Comments
Post a Comment